Tim Gabungan Ditjen Gakkum-Ditjen KSDAE KLHK dan Baintelkam Polri berhasil menggagalkan aksi perdagangan sisik trenggiling illegal seberat 14 Kg.
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera Eduward Hutape alias Edo dalam siaran pers, Jumat (12/6/2020) mengatakan bahwa Gabungan Balai Gakkum Sumatera (Ditjen Gakkum), Direktorat KKH (Ditjen KSDAE) KLHK, dan Baintelkam Polri berhasil mengamankan 4 pedagang sisik trenggiling. Dari tangan para pelaku, disita sisik trenggiling seberat 14 kg.
"Awal terungkapnya aksi perdagangan sisik trenggiling illegal ini dari informasi masyarakat mengenai adanya dugaan kepemilikan sisik trenggiling dan akan diadakan transaksi jual-beli. Tim gabungan langsung menuju lokasi dan memeriksa satu unit mobil Daihatsu Xenia warna hitam dengan nomor polisi BM-1310-TR. Tim mendapati MD dan Zu di dalam mobil membawa 2 kardus sisik trenggiling. Kemudian petugas bersama MD dan Zu menuju simpang Cipta Karya, Pekanbaru. Di sana tim mengamankan Is pemilik 2 kardus sisik trenggiling dan Da penghubung beserta mobil Toyota Avanza warna silver nomor polisi B-1451-WKP," terangnya.
Dikatakan Edo, sudah menahan pelaku inisial MD, Zu, Is, serta Da. Mereka kita tangkap di Jl Soebrantas, Pekanbaru. Keempat pelaku memiliki peran yang berbeda dalam kasus ini. MD dan Zu berperan sebagai penjual sisik trenggiling. Tersangka Is sebagai pemilik sisik trenggiling. Sedangkan Da bertugas sebagai penghubung.
"Kasus ini akan terus kami kembangkan dan saat ini kami tengah berkoordinasi dengan Balai Besar KSDA Riau untuk mengidentifikasi barang bukti," kata Edo.
Selain sisik trenggiling, tim gabungan mengamankan dua minibus milik para pelaku. Keempat pelaku dan barang bukti kini diamankan di Kantor Seksi Wilayah II Balai Gakkum Sumatera di Pekanbaru.
14 Kg sisik trenggiling itu diduga diperoleh dari Solok Sumatera Barat dengan harga 1,4 juta per Kg. Edo menyebut para pelaku bakal menjual sisik trenggiling dengan harga Rp2,8 juta per Kg.
"Berdasarkan Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta," tutur Edo. (trc)
Sumber: riauterkini.com