KPK menetapkan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Nurdin Basirun, sebagai tersangka dalam dua kasus. Kader NasDem itu diduga menerima suap dan gratifikasi terkait izin prinsip dan lokasi reklamasi Kepri tahun 2018-2019.
Nurdin diduga menerima suap sebesar 11 ribu dolar Singapura dan Rp 45 juta untuk meloloskan perizinan lokasi pemanfaatan laut dan reklamasi di pesisir dan pulau-pulau kecil di Kepri.
Selain Nurdin, KPK juga menetapkan dua tersangka penerima suap lainnya, yakni Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri, Edy Sofyan, serta Kepala Bidang Perikanan Tangkap Provinsi Kepri, Budi Hartono. Ketiganya diduga menerima suap dari pihak swasta bernama Abu Bakar.
Penetapan keempat tersangka berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu (10/7/2019).
Berikut kronologi penangkapannya:
Rabu (10/7/2019)
Pukul 13.30 WIB
KPK menerima laporan masyarakat terkait penyerahan uang di Pelabuhan Sri Bintan, Tanjung Pinang. Setelah ditelusuri kebenarannya, tim Satuan Tugas (Satgas) KPK mengamankan Abu Bakar di lokasi itu.
Di saat bersamaan, anggota tim KPK lainnya turut mengamankan Budi Hartono saat hendak keluar dari area pelabuhan. Dari tangan Budi, KPK menyita uang sebesar 6 ribu dolar Singapura.
"Setelah itu, KPK membawa Abu Bakar dan Budi Hartono ke Polres Tanjung Pinang untuk pemeriksaan lanjutan," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (11/7/2019).
Pukul 18.30 WIB
KPK meminta dua staf dinas kelautan Kepri, MSL dan ARA, untuk ikut diperiksa.
Pukul 19.30 WIB
Secara paralel, tim mengamankan Nurdin dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kepri, NWN, di rumah dinas Nurdin. Saat digeledah, KPK mengamankan sebuah tas berisi sejumlah uang; 43.942 dolar Singapura, 5.303 dolar AS, lima euro, 407 Ringgit Malaysia, 500 Riyal, dan Rp 132.610.000.
KPK lalu membawa Nurdin dan NWN ke Polres Tanjung Pinang untuk diperiksa.
Kamis, 11 Juli
Pukul 10.35 WIB
Ketujuh orang yang diamankan dan diperiksa di Polres Tanjung Pinang diterbangkan dari Bandara Internasional Raja Haji Fisabilillah ke Jakarta untuk diperiksa di Gedung KPK.
Pukul 14.25 WIB
Para pihak yang diamankan tiba di Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan selama 1x24 jam.
Pukul 21.00 WIB
KPK menetapkan Nurdin, Edy, dan Budi sebagai tersangka.
Kasus ini diduga berawal saat Pemprov Kepri mengajukan pengesahan Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Kepri untuk dibahas di paripurna DPRD Kepri. Terdapat beberapa pihak yang mengajukan permohonan izin reklamasi, salah satunya Abu Bakar.
Abu Bakar memohon izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di Tanjung Playu, Batam, pada Mei 2019, untuk pembangunan resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektare. Padahal, Tanjung Playu adalah area yang diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung.
"NBA (Nurdin) kemudian memerintahkan BUH (Budi) dan EDS (Eddy) untuk membantu ABK (Abu Bakar) supaya izin ABK disetujui," tutur Basaria.
Dari situlah, Nurdin diduga menerima uang dari Abu Bakar, baik secara langsung ataupun melalui Eddy selaku perantara. Yakni, pada 30 Mei sebesar 5.000 dolar Singapura dan Rp 45 juta. "Setelah itu keesokan harinya terbit izin prinsip reklamasi untuk AB," kata Basaria.
Pada 10 Juli 2019, Nurdin kembali menerima uang sebesar 6.000 dolar Singapura.
Sebagai pihak yang diduga menerima suap, Nurdin disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Edy dan Budi yang juga penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Adapun Abu Bakar selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. *
Sumber : Kumparan.com