Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau kembali mendapatkan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam hal pengelolaan keuangan daerah. Ini terungkap pada Rapat Paripurna DPRD Riau tentang Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI tahun anggaran 2015 di Gedung DPRD Riau, Selasa (14/5/2016). Namun ada tiga poin catatan yang perlu dibenahi Pemprov Riau atas laporan tersebut.
Anggota III BPK RI Eddy Muliadi Soepardi menyerahkan WTP kepada Gubri H Arsyadjuliandi Rachman yang disaksikan unsur pimpinan dan anggota DPRD Riau rapat paripurna istimewa DPRD Provinsi Riau dalam rangka penyerahan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK RI Tahun Anggaran 2015 yang dipimpin dr Sunaryo didampingi Selain di pimpinan oleh dr Sunaryo didampingi oleh Wakil Ketua DPRD Riau lainnya Noviwaldy Jusman dan Manahara Manurung
Tiga poin yang menjadi catatan BPK itu di antaranya, soal pendataan aset Pemprov Riau yang belum tertib. Masih adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan kegiatan yang bukan kewenangan di SKPD tertentu, sebesar Rp194 miliar, dan ketidaktetapan pemberian honor kepada bawahan, dengan jumlah anggaran miliaran rupiah lebih.
Gubri mengaku bangga dan mengapresiasi kinerja seluruh SKPD dalam mendorong pelaporan yang akuntabel terhadap penggunaan anggaran. Memang evaluasi akan terus dilakukan pemprov sebagai perbaikan atas beberapa catatan dari BPK RI tersebut.
"Ke depan penataan aset dan kewenangan serta masalah honor kegiatan, itu yang perlu diperhatikan. Penataan aset, kita akan lanjutkan terus. Seperti sekarang masalah pencatatan jalan, panjang jalan, lokasi jalan, masalah kewenangan supaya tak tumpang tindih antara kewenangan provinsi dan kabupaten/kota," kata Gubri kepada Riau Pos kemarin.
Lebih lanjut, sambungnya, untuk anggaran provinsi memang tidak akan dianggarkan lagi jika program kegiatan termasuk dalam kewenangan kabupaten/kota. Demikian pula mengenai honor kegiatan, dia menginstruksikan supaya jangan salah lagi. Dengan demikian maka perbaikan-perbaikan dapat terlaksana.
"Opini WTP ini tak terlepas dari kerja keras kita semua. Perbaikan-perbaikan tetap akan dilakukan," tegasnya.
Wakil Ketua DPRD Riau , Sunaryo mengatakan , WTP yang diperoleh saat ini sama dengan tahun sebelumnya . Ia berharap , pemerintah Provinsi Riau jangan sampai terbuai dengan hasil yang terdapat ini , tapi harus berupaya untuk lebih baik lagi .
"Pemerintah Provinsi bersama dengan saktker yang ada di Provinsi Riau tentunya juga sudah punya rencana untuk memperbaiki lagi, agar kedepannya lebih baik lagi . kita jangan berpuas diri dengan hal yang sekedar opini itu saja, yang paling penting bagaimana pelaksanaan di lapangan betul-betul berjalan dengan bagus, ini kan hanya masalah administrasi dan kepatuhan saja yang kita dapatkan," imbuhnya
Sunaryo juga meyampaikan, pihaknya berharap hal ini dapat segera ditindak lajuti oleh pemerintahan Provinsi Riau, agar dapat menjaga kestbilan keuangan dan dapat kelola keuangan dengan lebih baik lagi kedepannya
DPRD Riau berharap agar SKPD di lingkungan pemprov Riau untuk segera dapat menindak lanjuti Supaya dapat menjaga kestabilan keuangan dan dapat kelola keuangan dengan lebih baik lagi
Sementara Plt Sekdaprov Riau M Yafiz menjelaskan, memang dalam catatan BPK tersebut seperti adanya ruas jalan yang belum dinilai. WTP yang diraih Pemprov Riau tahun ini lebih baik dibanding sebelumnya. Di mana pada 2013 dan 2014 meraih opini WTP Dengan Paragraf Pengecualian.
"Jembatan layang atau fly over misalnya, di kita (pemprov, red) pengadaan barang-barang PON namanya, jadi ini dikeluarkan dan dikelompokkan. Pengelompokannya sekarang sedang diproses pada nilai," ungkap Yafiz.
Demikian pula mengenai adanya pembayaran honor berlebih mencapai Rp1 miliar. Juga akan diperbaiki dengan langkah-langkah lebih taat pada aturan berlaku. Begitu pula, sambung Yafiz, mengenai kewenangan dan kegiatan bukan kewenangan sesuai aturan perundang-undangan juga akan ditindaklanjuti dan sebenarnya sudah dimulai pada anggaran 2016 ini.
Edy Mulyadi yang mewakili Kepala BPK RI dalam rapat paripurna mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi dan menghargai upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah provinsi Riau sehingga berhasil memperoleh opini WTP pada tahun anggaran 2015.
"Ini patut jadi kebanggaan bersama, di mana pada tahun anggaran 2015 merupakan tahun pertama berbasis akrual secara penuh. Pemprov Riau telah menunjukan konsistennya untuk dapat menjalankan sistem berbasis akrual tersebut sesuai peraturan perundang-undangan," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, meskipun Pemprov Riau sudah mendapatkan opini WTP, namun pihaknya masih memberikan catatan beberapa poin yang perlu diperbaiki oleh Pemprov Riau. Yaitu, penataan aset yang masih belum sepenuhnya selesai dilaksanakan dan masih terdapat sisa aset yang belum ada nilainya.
"Kemudian masih terdapat penganggaran yang bukan merupakan kewenangan Pemrov Riau sebesar Rp119,24 miliar, ketidaktepatan pemberian honor atas pekerjaan tugas dan fungsi rutin sebesar Rp1,39 miliar. Hal tersebut harus segera ditindaklanjuti dan harus dilakukan pembenahan oleh Pemprov Riau," jelasnya.
Pimpinan rapat paripurna saat itu, dr Sunaryo mengatakan bahwa capaian yang telah diraih oleh Pemprov Riau ini sama dengan tahun sebelumnya. Namun meskipun demikian, Pemprov hendaknya jangan lengah dengan hasil yang di dapatnya saat ini.
"Ke depan Pemprov bersama dengan saktker yang ada harus memperbaiki lagi agar lebih baik ke depannya. Hendaknya jangan berpuas diri dengan hal yang sekadar opini itu saja, yang paling penting bagaimana pelaksanaan di lapangan betul-betul berjalan dengan bagus, ini kan hanya masalah administrasi dan kepatuhan saja yang kita dapatkan," ujarnya.
DPRD Riau Segera Bahas APBD Perubahan 2016
DPRD Riau akan segera memulai pembahasaan APBD Perubahan 2016 , setelah menerima Laporan Hasil Pertanggung jawaban (LHP) ke DPRD Riau oleh kepala daerah. Dikatakan Wakil Ketua DPRD Riau , Noviwaldy Jusman, walau kepala daerah belum menyampaikan LHP namun pembahasaan APBD Murni Riau 2017 tetap sudah bisa dilaksanakan , hal itu sesuai mekanisme yang berlaku , diman pembahasaan APBD Murni lebih dahulu dilaksanakn ditahun anggaran berjalan, barulah pembahasaan APBD P tahun itu dilakukan setelah LHP
"APBD Murni tahun depan sudah dibahas , sementara ABPD Perubahan tahun ini belum karena masih menggu LHP .Hal ini juga sudah diatur dalam permendagri , jadi kita mengikuti aturan itu saja," ujar pria yang akrab disapa Dedet ini .
Dikatakannya , pembahasaan ABPD perubahan harus menuggu hasil audit BPK RI yang disampaikan dalam bentuk LHP Kepala Daerah Pemprov Riau untuk mengetahui sisa lebih anggaran (silpa) tahun lalu untuk dimasukkan di APBD P .
"Jadi setelah adanya hasil audit BPK itu , barulah bisa kami bahas APBD P tahun ini . Penyampain LHP sudah di dilaksanakan selasa (14/6/2016) kemarin. Setelah LHP disampaikan .Nantinya dewan akan membentuk tim pansus yang akan memberikan penilain setelah itu barulah pemprov mengajukan APBD perubahan 2015 ke DPRD Riau," jelasnya
Guna mempeketat kewenangan kepala daerah untuk mendepositokan uang kas daerah . DPRD Riau menyusun rancangan peraturan daerah(RANPERDA) pokok-pokok keuangan daerah yang akan mengatur persoalan penggunaan kas daerah tersebut. "Pansusnya sudah selesai dibentuk, namun saya memberikan catatan agar memperketat kewenangan kepala daerah untuk mendepositokan uang kas daerah. Jadi ada persyaratan yang harus dipenuhi, karena selama ini di sinyalir persoalan pendepositoan ini adalah penyebab rendahnya serapan anggaran," imbuh Dedet
Menurut politisi demokrat tersebut, pemerintah terkesan lebih senang mendepositokan kas daerah dari pada berkutat ke masyarakat. Melalui perda tersebut, hal diatas diharapkan bisa diantisipasi. Pihaknya juga tidak mengetahui kenapa pemerintah daerah terkesan bersemangat untuk mendepositokan uang tersebut dari pada digunakan untuk kepentingan masyarakat
"Jadi solusinya kami pikir, dengan memperkecil atau mempersempit peluang untuk pemerintah mendepositokan uang kas daerah. Bayangkan kalau Rp10 triliun uang yang diterima dari pemerintah pusat dan lama tertanam jika didepositokan satu persennya saja sudah berapa, mungkin itu yang disenangi pemerintah," katanya
Kenapa demikian, lanjut dedet, memang jika uang tersebut dibelanjakan ada resiko pemeriksaan, dan harus ada pertanggung jawaban. Sementara itu jika di depositokan, uangnya jelas keberdaannya, namun pemerintah melupakan pelayanan kepada masyarakat
"Untuk itu, uang APBD wajib untuk pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu contoh mempersempit upaya deposito adalah, nantinya pemerintah dapat mendepositokan sisa uang kas apabila pada tri wulan pertama telah mencapai target serapan misalnya 40 persen. Jadi diberikan target-target," jelasnya
Ditegaskan dedet, jangan sampai hal diatas malah justru memperlambat pembayaran kontrak dan menghambat kontrak-kontrak di lelang. Atau jika sudah mencapai target yang ditentukan, pendepositoan hanya boleh dilakukan di bank daerah sehingga mudah untuk dipantau dan diawasi oleh pihak-pihak terkait.
(Advetorial)