Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau menggelar rapat paripurna penyampaian Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) usulan Pemprov Riau terhadap perlindungan hak perempuan dari tindak kekerasan terhadap anak pada Senin (19/9/2016) di ruang rapat paripurna gedung DPRD RiauRanperda tersebut diajukan Pemrov Riauuntuk melindungi tindak kekerasan yang dialami perempuan. Apalagi kasus kekerasan terhadap perempuan di Riau setiap tahun mengalami peningkatan. Usulan Ranperda ini disampaikan sekdaprov Riau Ahmad Hijazi
Rapat paripurna dipimpin wakil ketua DPRD riau sunaryo didampingi wakil ketua DPRD riau Manahara Manurung. Rapat paripurna dihadiri 40 orang anggota DPRD Riau dan tidak hadir 25 orang anggota DPRD Riau. Kehadiran anggota DPRD riau sudah memenuhi kuorum paripurna. Hadir Kepala dinas, badan, kepala bidang, unit pelayanan terpadu (UPT) dan pejabat eselon III dilingkungan pemrov Riau. Turut hadir kepala dan perwakilan kanwil yang ada di provinsi riau, pimpinan bank dan perguruan yang ada di Riau
Dalam pidato pembukaan, wakil ketua DPRD Riau Sunayo menjelaskan permasalahan kekerasan terhadap perempuan sering terjadi baik kekerasan dalam rumah tangga, social masyarakat maupun kekerasan dalam lingkungan dunia kerja. "Untuk itu perlu perlindungan hukum, dan kehadiran perda perlindungan hak perempuan dari tindak kekerasan ini sangat diperlukan," ungkap Sunaryo.
Undang-undang sudah ada yang mengaturnya, yakni Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT). Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang pengendalian Gratifikasi di lingkungan kementrian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak 2014-2019. "Namun, peraturan daerah perlu mengaturnya, maka keberadaan perda saat ini sangat diperlukan," ujar sunaryo
Dilanjutkannya, Badan untuk perlindungan perempuan di daerah kabupaten kota sudah dibentuk yakni seperti pusat pelayanan terpadu perempuan dan anak (P2TPA). Namun, Instansi tersebut masih memiliki keterbatasan kewenangan dan anggaran karena masih dibawah peraturan gubernur.
"Sehingga, diperlukan anggaran untuk menggerak instrumentnya yang di maksud. Hal tersebut sangat didambakan masyarakat kita terutama upaya dalam memberikan kepastian dan paying hokum apabila terjadi kekerasan terhadap perempuan
Politisi PAN Riau ini menerangkan, untuk penyampaian ranperda ini dalam rapat paripurna surat dari Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Riau telah disampaikan ranperda tentnag perlindungan terhadap hak perempuan terhadap perlindungan hak dalam kasus kekerasan perempuan telah dapat dilanjutkan.
"Dan sudah diagendakan untuk disampaikan dalam rapat paripurna hari ini. Untuk lebih jelas akan disampaikan kepala daerah gubernur Riau melalui Sekdaprov Riau Ahmad Hijazi dipersilahkan menyampaikan," tentang Sunaryo
Selanjutnya, Sekdaprov Riau naik podium menyampaikan tentang ranperda yang diajukan yakni perlindungan hak perempuan dari tindak kekerasan. Sekdaprov menyebutkan, kekerasan terhadap perempuan sering terjadi baik dalam kehidupan berumah tangga, dilingkungan tempat kerja dan berbagai kehidupan social masyarakat. Kekerasan terhadap perempuan merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan
"Sehingga, ranperda ini diharapkan dapat melindungi hak perempuan dari kekerasan. Dan upaya pencegahan supaya tidak terjadi lagi kekerasan termasuk pemaksaan dan perampasan kemerdekaan," terang Ahmad Hijazi
Dijelaskannya, isu kekerasan terhadap perempuan sering dianggap sebagai masalah individu, padahal saat ini permaslahan kekerasan terhadap peremupuan sudah menjadi masalah global. "Yang terekpos ke public itu sebenarnya sudah mencapai puncaknya, padahal sebenarnya masih banyak didalamnya terjadi kekerasan terhadap perempuan," ujar Ahmad
Segala bentuk perlindungan perempuan sebagai korban kekerasan, maka mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita melalui Undang-undang No.7 Tahun 1984, pemerintah membentuk undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (PKDRT).
Suasana rapat Paripurna di DPRD Provinsi Riau
Di kaji dari perspektif normative, korban kejahatan memerlukan perlindungan, secara eksplisit seperti dirumuskan didalam pasal 285, 286, 287, 288 dan 297 dimasukan kedalam bab XIVada beberapa argumentasi dan justifikasi mengapa dalam bab ini, pasal yang dirumuskan khusus bagi korban yang berjenis kelamin perempuan adalah pasal 285 tentang perkosaan, Pasal 286 tentang persetubuhan dengan peremouan yang tidak berdaya atau pingsan, pasal 287 tentang persetubuhan dengan istri yang masih dibawah umur dan pasal 297 tentang perdagangan perempuan dan anak laki-laki.Namun demikian beberapa pasal tersebut diberlakukan pemberatan dengan penambahan 1/3 pidana pokok sebagai diatur dalam pasal 291
Sekdaprov menjelaskan kasus kekerasan terhadap perempuan di Riau terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data dari pusat pelayanan terpadu perempuan dan anak (P2TPA) terjadi tren peningkatan kekerasan terhadap kaum perempuan pada tahun 2014 sebanyak 361 kasus. "Kemudian meningkat menjadi 475 kasus pada tahun 2015. Sementara sudah tercatat sebanyak 385 kasus sampai agustus 2016 ini," papar Ahmad
Kendati diakui, kata sekdaprov Riau ini, pemerintah sudah menerbitkan undang-undang (UU) dan peraturan menteri untuk perlindungan hak perempuan dari kekerasan dan perlindungan anak. Yakni undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (PKDRT). Peraturan menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan Anak RI nomor 1 tahun 2014 tentang pengendalian gratifikasi di lingkungan kementrian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak RI Nomor 1 tahun 2015 tentang rencana strategis kemetrian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak 2014-2019. "Namun, dalam pelaksanaan masih banyak terjadi kasus terhadap perempuan karena berbagai faktor," terang Ahmad
Dilanjutkannya, kasus kekerasan perempuan dalam pelaksanaan kehidupan rumah tangga masih enggan karena dianggap aib keluarga."Kemudian, terjadi karena korban memiliki rasa takut dan malu dan korban merasa tertekan bila kasusnya diketahui orang lain," terang Ahmad.
Sekdaprov menerangkan kekerasan terhadap perempuan mempunyai dimensi yang luas, karena itu penaganannya lintas sector. Perlindungan merupakan kewajiban pemerintah, pemerintah daerah serta masyarakat. "Tidak hanya perlindungan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap perempuan dalam lingkungan erja, namun termasuk perlindungan dari perdagangan manusia," terang Ahmad.
Dilanjutkannya, penanganan kasus terhadap perempuan dilakukan secara terpadu juga sudah ditangani komponen lain, seperti LSM dan Pusat pelayanan terpadu perempuan dan Anak (P2TPA) yang tersebar di seluruh kabupaten kota di Riau. "Namun, belum dapat menjalankan tugas dengan optimal, karena pendanaan paying hukumannya masih dalam bentuk peraturan gubernur (pergub). Makanya, hari ini gubernur Riau menyampaikan ranperda untuk dapat disetujui menjadi perda menjadi paying hokum melindungi hak perempuan. Untuk itu kita harapkan dapat mengagendakan pembahasan raperda yang disampaikan," terang Ahmad
Selanjutnya dilakukan penyampaian secara resmi draft ranperda dari kepala daerah Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman yang wakili sekdaprov Riau Ahmad Hijazi kepada wakil ketua DPRD Riau Sunaryo didampingi wakil ketua DPRD Riau Manahara Manurung. Setelah itu, Sunaryo menutup rapat paripurna
"Dengan sudah disampaikannya secara resmi draft Rancangan peratiran daerah (ranperda) perlindungan hak perempuan dari tindak kekerasan oleh Kepala Daerah. Oleh Kepala Daerah Gubernur Riau yang diwakili Sekdaprov Riau tadi maka berakhirlah rapat paripurna ini," Pungkas Sunaryo. (Adv/trc)