Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau mengakui sejak tahun 2011 pajak Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi Riau termasuk yang tertinggi di Indonesia yakni sebesar 10 persen.
Meski demikian, Pemprov Riau melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau berwacana akan merevisi Perda Nomor 4 Tahun 2014 yang merupakan revisi dari Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang mengatur pajak BBM nonsubsidi.
Kepala Bapenda Riau, Indra Putra Yana Selasa (23/1/2018) mengatakan, pajak BMM sebesar 10 persen diterapkan sejak tahun 2011 sesuai dengan Perda Nomor 10 Tahun 2011.
"Jadi penerapan pajak itu bukan baru-baru ini, sudah sejak tahun 2011 lalu. Memang kita termasuk yang tertinggi sama dengan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri)," katanya.
Kalau sekarang warga mengeluhkan harga BBM non subsidi seperti Partalite di Riau naik, menurut Indra itu semata-mata bukan dipengaruhi pajaknya saja, tapi juga harga dasarnya dari Pertamina naik.
Meski demikian, lanjut Indra, pihaknya ada wacana melakukan revisi pajak 10 persen tersebut. Saat ini kajian teknisnya tengah dipersiapkan, yang kemudian revisi Perda diajukan ke DPRD untuk dibahas dan disepakati.
"Kalau dalam pembahasan ternyata disepakati pajak 7-8 persen, kita Bapenda mengikuti Perda yang disepakati. Karena memang tugas kita sebagai pelaksana bukan menetapkan.
Kalau pajaknya turun, tentu kita mengutip sesuai Perda," paparnya.
Kajian teknis yang dimaksud, terang Indra, membahas apa dampak dengan diturunkan pajak. Tentu semua perlu dibahas dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait lainnya, seperti Dinas ESDM Riau dan Biro Perekonomian Setdaprov Riau.
"Apa dampak kalau pajak diturunkan. Apakah dengan pajak 7-8 persen penghasilan daerah masih sama dengan konsumsi BBM dinaikan. Makanya perlu dikaji dan dihitung," pungkasnya. *
cakaplah.com