www.transriau.com
16:18 WIB - Menteri Perhubungan Dukung Penuh Lancang Kuning Carnival di Riau | 16:13 WIB - Jaga Laju Kolaborasi ELNUSA dan PHR Sukses Rampungkan Proyek Survei Seismik 3D Balam South East | 10:34 WIB - Indosat Ooredoo Hutchison dan Mastercard Umumkan Kemitraan Cybersecurity Center of Excellence | 09:44 WIB - Letjend Suharyanto: Keselamatan Masyarakat Sekitar Gunung Ruang Prioritas Utama | 14:51 WIB - Pelatihan Vokasi Juru Las PHR Jadikan Pemuda Riau Siap Kerja | 20:05 WIB - Manajemen-Karyawan Komitmen Perkuat Sinergitas Akselerasi Kinerja Perusahaan
  Sabtu, 20 April 2024 | Jam Digital
Follow:
 
Oleh: Makmur Hendrik
Komunisme: Indonesia Seperti Amnesia Atas Sejarah
Selasa, 22/09/2015 - 20:37:55 WIB

Pemerintah, dan kita semua,  tersentak sekaligus dibuat kaget dan marah tatkala dalam pawai karnaval di Pamekasan, Madura, muncul banner berisi tokoh PKI dan palu arit, lambang Partai Komunis Indonesi (PKI). Kabarnya "banner PKI" itu diduga berasal dari Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (PKKS) tingkat SMP.

Bupati Pamekasan Ahmad Syafii kaget, dan berjanji akan berkordinasi dengan Komanda Kodim. Sementara Komandan Kodim Pamekasan Letkol Arm Mawardi kabarnya berharap munculnya banner berisi tokoh dan lambang PKI itu jangan disalah artikan. "Itu menggambarkan kekejaman PKI, jangan ditafsirkan sebaliknya," kata Dan Dim

Apapun maksudnya, namun tetap saja kemunculan lambang palu arit, yang sudah puluhan tahun terkubur, itu di depan publik membuat geger semua orang. Apakah Pemerintah benar-benar kaget atau hanya "pura-pura kaget"? Ada alasan mengapa muncul asumsi pura-pura kaget.

Jika terhadap belasan situs porno dan situs yang terkait dengan penyebarluasan/perekrutan ISSIS dengan mudah dan segera bisa diblokir, mengapa situs yang menyebar luaskan atau propaganda tentang PKI yang berseliweran di internet, lengkap dengan gambar palu aritnya,  terkesan dibiarkan, dan 'meraja lela' sampai hari ini? Mustahil aparat tidak tahu!

Bangsa ini, khususnya Pemerintah, sepertinya amnesia terhadap sejarah. Khususnya sejarah kehadiran Komunisme yang selalu berlumur darah, baik di dalam negeri maupun di puluhan negara lainnya yang pernah dikuasai komunis

Buku 'The Miracle of Life' menuturkan betapa pada tahun 1974 rezim komunis Khmer Merah pimpinan Pol Pot membantai lebih dari dua juta rakyat Kamboja di ladang-ladang pembantaian yang kemudian dikenal sebagai 'Killing Field'

Era itu dikenal sebagai era paling bar-bar dan merupakan bencana kemanusiaan terparah yang terjadi di zaman moderen. Sementara di dalam buku 'Katastropy Mendunia' yang ditulis sastrawan Taufik Ismail diungkapkan bahwa puluhan juta manusia dibunuh rezim komunis yang pernah berkuasa di puluhan negara.

Di Indonesia


Di Indonesia, sebagaimana kita tahu dari buku-buku sejarah, kita tahu PKI  dua  kali  melakukan pengkhianatan (kudeta). Pertama pada tahun 1948. Saat itu Muso sebagai pimpinan PKI, baru kembali dari Rusia. Pada tanggal 18 September tahun itu, sebagai mana ditulis dalam buku "Civil War a-la PKI 1965" yang ditulis oleh Kolonel (Purn) Firoz Fauzan, saat Republik baru berusia 3 (tiga) tahun, Muso memproklamirkan berdirinya "Negara Republik Sovyet Indonesia" di Madiun.

Di dalam buku tersebut dituturkan bahwa proklamasi Negara Republik Sovyet Indonesia oleh PKI itu sangat berlumur darah. Ratusan kiyai, santri dan pamong dengan bengis mereka bunuh di berbagai tempat di Jawa Timur dan Jawa Tengah

Kemudian pada tahun 1965, tanggal 30 September menjelang subuh, PKI yang saat itu sudah dipimpin oleh DN Aidit, melakukan kudeta ke-2, yang disebut sebagai G30S/PKI. Kudeta ini juga berlumur darah, dengan terlebih dahulu membunuh enam Jenderal dan seorang Perwira Pertama. Jenderal Nasution yang juga jadi target selamat dari pembunuhan, kendati putrinya, Ade Irma Suryani, tewas. Gadis kecil tak berdosa itu seolah-olah menjadi tameng bagi ayahnya

Setelah melakukan pembunuhan di subuh berdarah itu, lewat Letnan Kolonel Untung G30S/PKI mengumumkan pengambilalihan kekuasaan melalui sebuah Dewan Revolusi berisi orang-orang PKI atau simpatisannya. Pengumuman Dewan Revolusi di tingkat pusat itu kemudian diikuti oleh pengurus PKI di seluruh Indonesia dengan juga mendirikan Dewan Revolusi di daerah-daerah

Angkatan 66 (KAMI, KAPPI, KAPI, KAGI, KASI, KAWI, KABI) kemudian muncul menjawab panggilan sejarah. Menuntut pembubaran PKI, Turunkan Harga dan Retool Kabinet 100 Menteri. Angkatan 66 itu selain terdiri dari berbagai jenjang pendidikan dan profesi, juga berlatar belakang lintas agama, etnis dan suku

Tanggal 12 September 1966 Mayjen Soeharto sebagai pemegang Supaersemar membubarkan PKI. Pada tanggal 5 Juli 1966 Sidang MPRS yang dipimpian Jenderal Nasution mengeluarkan Ketetapan Nomor XXV/MPRS/1966 yang menyatakan pembubaran Partai Komunis Indonesia dan menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia

Petetapan itu juga berisi larangan atas setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran komunisme/marxisme-leninisme. Ketetapan MPRS ini  tidak pernah dicabut dan berlaku sampai hari ini!

Sikap Agresif

Sebenarnya bangsa dan pemerintah Indonesia dengan lapang dada telah menerima keturunan PKI untuk sama-sama mengabdi di semua aspek kehidupan. Sebutlah misalnya menjadi PNS, Anggota DPRD Kabupaten/Kota, Anggota DPRD provinsi maupun Anggota Parlemen di DPR dan DPD. Tidak ada lagi "tanda khusus" yang pernah menjadi stigma di KTP mereka.

Namun, jika mayoritas warga bangsa ini tidak lagi mempersoalkan asal usul maupun kehadiran mereka, yang bertindak agresif dan provokatif justru adalah para keturunan PKI tersebut. Selain mengadakan rapat-rapat secara periodik, mereka juga memprovokasi melalui penerbitan buku-buku seperti "Aku Bangga Menjadi Anak PKI", dan "Anak-anak PKI Masuk Parlemen"
 
Dalam kehidupan berbangsa yang relatif sudah kondusif, wajar kalau sikap agresif dan provokatif Saudara-saudara kita keturunan PKI itu memunculkan resistensi dari banyak pihak. Resistensi yang lebih pada sikap waspada akan bangkitnya kembali PKI itu bak api dalam sekam, menjalar ke mana-mana!

Kendati bangsa indonesia tidak akan pernah melupakan dua kali penghianatan dan pembunuhan bengis yang dilakukan PKI, namun bangsa ini bukan bangsa pedendam. Bangsa Indonesia bukan penganut adagium terkenal yang berbunyi  "We will never to forget, and never to forgive" (Kita takkan pernah melupakan, dan tak akan memberi maaf )

Bangsa yang "Berketuhanan Yang Maha Esa" ini, khususnya umat muslim yang setiap tahun dalam bulan Syawal meminta dan memberi maaf sebagai Rahmat Allah, memegang antitesa dari adagium di atas, "We will never to forget, but we will to forgive" (Kita tidak akan pernah melupakan, tapi kita akan memaafkan)

Terlepas dari masalah maaf-memaafkan itu, sejarah yang terjadi di puluhan negara di dunia membuktikan bahwa Komunis selalu berkuasa melalui adu domba dan pertumpahan darah. Partai komunis dikenal menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya

Karenanya Bangsa Indonesia tidak boleh lengah terhadap ancaman bangkitnya kembali ideologi komunis dalam bentuk baru yang disebut Komunis Gaya Baru (KGB) yang bisa mengancam keselamatan negara. Itulah sebabnya bangsa ini, khususnya Pemerintah, jangan sampai amnesia terhadap sejarah pengkhianatan yang dilakukan PKI! 
 
 #Pekanbaru, 19 Agustus 2015.

*)Wartawan Senior, Pelaku Sejarah '66




 
TRANS OPINI
Dilema Fenomena “Wartawan Amplop”
Antara Integritas dan Kesejahteraan
17/03/2019 | 18:53 Wib
NETRALITAS ASN PADA PEMILU 2019
Caleg Baru VS Incumbent
Waspadai "Perampokan Suara" dalam Pilkada
Tahun Baru Islam, Refleksi Umat Untuk Memperbaiki Keislaman
Setia Amanah untuk Andi Rachman
Pilkada Kota Pekanbaru 2017
SIAPA YANG BAKAL MENANG…??
Membangun Kemajuan Peradaban Islam Dengan Pendidikan Berkualitas Menuju Era Mea Di Perguruan Tinggi
 
Follow:
Pemprov Riau | Pemko Pekanbaru | Pemkab Siak | Pemkab Inhu | Pemkab Rohil | Pemkab Kampar | DPRD Rohil | DPRD Pekanbaru
Redaksi Disclaimer Pedoman Tentang Kami Info Iklan
© 2015-2016 PT. Trans Media Riau, All Rights Reserved