Selain tenaga kesehatan, salah satu profesi yang berisiko tinggi tertular Covid-19 adalah para jurnalis. Karena tuntutan pekerjaan, mereka harus tetap keluar rumah, meliput berita dan bertemu banyak orang bahkan kerumunan manusia. Juga tak jarang, mereka terpaksa berhadapan langsung dengan berbagai hal terkait kasus Corona demi tersampaikannya informasi yang benar kepada publik.Kerja keras wartawan di tengah pandemi sungguh tak bisa dianggap enteng. Mereka rela mempertaruhkan nyawa demi kepentingan mencari berita. Pandemi datang membawa sejuta kecemasan. Banyak orang yang merasa takut terhadap penularannya. Namun, wartawan tetap menjadi sosok di garda terdepan demi memberikan informasi yang edukatif kepada masyarakat.
Ditengah pandemi virus Covid-19, Satria Yonela Putra, wartawan cakaplah.com yang kesehariannya melakukan peliputan di DPRD Riau harus mengungsikan anaknya yang masih berusia enam bulan ke kampung mertuanya di Bagansiapi-api, Kabupaten Rokan Hilir. Hal ini dilakukannya sebab khawatir tugasnya sebagai wartawan yang setiap hari harus keluar rumah, bekerja mencari berita, bisa membuka peluang besar bagi buah hatinya untuk tertular Covid. Ditambah lagi isterinya bekerja di salah satu rumah sakit di Kota Pekanbaru.
Ketakutan dan kekhawatiran juga dirasakan oleh keluarga Riko Saputra, salah seorang wartawan media online riau24.com. Dia mengungkapkan, setiap pulang ke rumah, keluarga selalu mengingatkan untuk segara mandi dan mengganti pakaian baru. ‘’Setelah itu baru boleh bergabung dengan keluarga,’’ ujarnya.
Pada September 2020 lalu, anggota Dewan dan seluruh staf termasuk wartawan di DPRD Riau menjalani tes swab. Tes ini awalnya disambut baik oleh wartawan. Namun setelah dua hari hasilnya belum juga keluar, pikiran mulai tidak tenang. Kepanikan Riko karena ada informasi bahwa salah seorang wartawan yang sama-sama melakukan tes swab terkonfirmasi Covid-19. Tak ayal, Riko sore itu menelepon kesana kemari untuk mendapatkan informasi soal hasil tes swabnya. Menurut informasi dari teman dekat salah seorang wartawan yang terkonfirmasi Covid-19 itu, Tim Gugus Tugas Covid-19 dari Puskemas kecamatan setempat dengan menggunakan ambulan dan memakai pakaian Alat Pelindung Diri (APD) serupa seperti astronot langsung menjemput ke rumahnya untuk dilakukan isolasi.
Keluar dari rumah di masa pandemi tentu berisiko penularan virus Covid-19. Namun jika tetap di rumah saja, akan berdampak lebih besar. Begitulah ungkapan Fahrul Rozi, waratawan lamanriau.com. Dia lebih memilih keluar rumah untuk bekerja mencari dan membuat berita. Karena dia tulang punggung keluarga bagi isteri dan dua orang anaknya.
Menurutnya, Allah Maha Pemberi Rezeki dan Maha Melindungi. ‘’Jika umatnya bekerja meski di tengah pandemi, apapun pekerjaannya akan diberikan rezeki,’’ tuturnya. Dikatakannya, peran media sangat penting dalam mengedukasi masyarakat agar semakin sadar bahaya Covid-19 dan peduli terhadap program pencegahan dan penanggulangan Covid-19 yang telah dibuat pemerintah.
Pandemi juga telah mengubah perilaku wartawan dan narasumber dalam mengumpulkan data. Jika dulu biasa mewawancara melalui rekaman suara, kini berubah menjadi video dan berjarak. Tentu ini menyulitkan untuk menyalinnya ke dalam bentuk tulisan. Di zaman teknologi yang serba canggih saat ini, smartphone mampu mengoperasikan dua aplikasi bahkan lebih. Sebelum pandemi Covid-19, wartawan bisa langsung wawancara melalui rekaman suara. Selepas itu rekaman suara tadi bisa langsung didengarkan sambil mengoperasikan aplikasi Word atau notepad menyalin rekaman suara menjadi berita.
Namun, di tengah pandemi ini pula banyak pengetahuan baru didapatkan wartawan. Pada Oktober tahun 2020, pasca disahkannya UU Cipta Kerja oleh DPR RI, gelombang demonstrasi penolakan terjadi di Indonesia. Tak terkecuali di Provinsi Riau. Meski di tengah pandemi, para demonstran mahasiswa, buruh dan masyarakat tetap turun ke jalan. Mereka mengepung gedung DPRD Riau menyampaikan penolakan UU Cipta Kerja.
Karena pandemi juga wartawan merasakan pedihnya gas air mata yang ditembakkan ke udara untuk membubarkan para demonstran tersebut. Selama ini, liputan demonstrasi pembubaran yang dilakukan oleh pihak kepolisian hanya menggunakan air melalui mobil watercanon. Perubahan lainnya yang dirasakan wartawan saat liputan di tengah pandemi ini adalah ketidakpuasan menampilkan foto untuk pendukung sebuah berita. Jika sebelum pandemi dapat menampilkan foto narasumber dengan wajah yang jelas, kini harus tertutup masker. Ini tentu menjadi ketidakpuasan bagi para kuli tinta.
Banyak lagi perubahan perilaku yang dialami oleh wartawan yaitu sulitnya menemui narasumber secara langsung untuk diwawancarai. Ini semua merupakan kecemasan dan ketakutan yang dirasakan baik wartawan maupun narasumber. Namun wartawan tetap bekerja keras dan produktif untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.
Melawan pandemi dengan hati yang besar, tak semudah yang dibayangkan banyak orang. Jurnalis berjuang melewati rumitnya keadaan. Wartawan bertarung dalam konsekuensi yang berat, terus dilakukan setiap hari. Menjadi sosok tumpuan untuk banyak orang dan tak pernah pamrih atas segala kerja kerasnya.
Saat meliput berita diluar, wartawan melawan ganasnya virus Covid-19. Saat menuliskan hasil kerjanya, wartawan bertarung melawan banyaknya berita hoax (bohong) yang beredar di mana-mana. Apalagi sejak pemerintah gencar melakukan vaksinasi. Sungguh tak terhitung banyaknya hoax yang beredar yang kebanyakan dampaknya justru membuat masyarakat takut untuk divaksin.
Saat bekerja diluar, tentu jurnalis juga harus taat protokol kesehatan. Namun stigma buruk kadang diterima wartawan, terutama dari keluarga sendiri. Mereka khawatir akan risiko penularan yang lebih besar karena sering diluar mencari berita dan sering berhadapan dengan orang.
Namun, virus hoax kadang bisa lebih ganas dari virus Covid. Memang hoax tidak menyentuh jasad manusia, namun ruhani dan pikiranlah yang dimangsanya. Semangat kerja wartawan dalam mencari dan membuat berita yang tak kenal lelah terus dilakukan agar publik dapat teredukasi dengan baik. Dengan demikian diharapkan mereka akan mematuhi peraturan yang telah dibuat pemerintah untuk menanggulangi pandemi ini.
Imbauan pemerintah untuk tetap di rumah saja, memakai masker, menghindari kerumunan serta menjaga jarak tak akan pernah luput dari narasi berita yang dimuat wartawan di medianya. Pers adalah tandem pemerintah dalam melawan berita hoax. Pers dengan prespektif yang jernih bisa menciptakan masyarakat yang sehat, dalam arti sehat dalam mencerna informasi.
Teruslah berjuang pahlawan pandemi. Doa dan harapan terus mengalir untuk keadaan ini. Semoga masyarakat juga ikut aktif memberikan informasi yang sehat, tidak hoax. Informasi yang sehat menunjukkan kita semua saling membantu satu sama lain.*
Penulis: Fitrah Dayun, S.Kom