Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (RAPBD.P) Propinsi Riau tahun 2019 disahkan pada sidang paripurna yang dilaksanakan pada Kamis (29/8/2019) bertempat di ruang paripurna DPRD Riau.
Rapat paripurna yang dihadiri 45 anggota dewan itu dipimpin wakil ketua DPRD Sunaryo dihadiri ketua DPRD Septina Primawati dan wakil ketua Asri Auzar.
Turut hadir wakil gubernur Riau Eddy Afrizal Natar Nasution, forum komunikasi pimpinan daerah, kepala badan, kepala dinas dan kepala unit kerja di lingkungan Pemprov Riau serta kepala perwakilan Bank Indonesia Pekanbaru.
Laporan dari Badan Anggaran (Banggar) tentang penyempurnaan rancangan peraturan daerah Propinsi Riau RPABD Perubahan tahun 2019 disampaikan dua orang juru bicara Banggar secara bergantian yaitu Marwan Yohanis dan Karmila Sari.
Adapun total pendapatan daerah dalam rancangan perubahan KUA PPAS provinsi Riau tahun 2019 sebelum pembahasan Banggar DPRD dan TAPD sebesar Rp9,4 triliun. Naik sebesar 3,25 persen dibanding APBD murni Rp9,1 triliun.
Dijelaskan Marwan dari Fraksi Gerindra Sejahtera bahwa total pendapatan daerah dalam rancangan perubahan KUA dan Rancangan Perubahan PPAS Riau tahun 2019 sebelum pembahasan Banggar DPRD Riau dengan TAPD Riau sebesar Rp 9,4 triliun dimana terjadi
kenaikan Rp 297 miliar.
Nilai tersebut berdasarkan potensi kurang bayar Dana Bagi Hasil (DBH) Riau tahun 2018 sebesar Rp296 miliar serta penambahan pendapatan hibah senilai Rp 217 juta.
"Dari pembahasan Banggar DPRD Riau dengan TAPD Provinsi Riau diketahui kelemahan manajemen pengelolaan pendapatan daerah. Atas kelemahan yang ditemukan tersebut secara tersendiri kami menyampaikan rekomendasi kepada Pemerintah Propinsi Riau,"jelas Marwan.

Adapun terkait tata kelola pendapatan daerah masih lemah tersebut Banggar DPRD Riau menyampaikan 41 rekomendasi yang dibacakan oleh Karmila Sari. Yang pertama menjadi sorotan Banggar adalah target pajak kendaraan bermotor berpeluang untuk ditingkatkan berdasarkan potensi yang ada.
Dari 2,9 juta unit kendaraan bermotor yang ada di Riau baru sekitar 1,3 juta yang merealisasikan pembayaran pajak, artinya ada 1,6 juta wajib pajak kendaraan bermotor yang tidak melaksanakan kewajibannya.
Setiap tahun ada sekitar Rp 914 miliar atau sebesar 51,17 persen dari target pendapatan yang belum masuk kas daerah.
"Demikian juga dengan target pajak kendaraan diatas air masih terlalu rendah, TAPD tidak cermat menetapkan target bea balik nama kendaraan diatas air serta realisasi pajak dari rokok sampai dengan 30 Juni 2019 hanya 29,80 persen. Realisasi transfer DBH Pajak dan Sumber Daya Alam masih rendah sehingga memperlambat pembangunan di propinsi Riau yang berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi," ujar Karmila.
Setelah pembacaan laporan dan rekomendasi Banggar DPRD Riau pimpinan sidang Sunaryo menanyakan kepada seluruh anggota dewan apakah dapat diterima, dan seluruh anggota dewan menyatakan menerima walau sempat terjadi interupsi yang alot dari anggota Banggar DPRD Masnur. Selanjutnya dilakukan penandatangan nota kesepakatan pengesahan APBD Perubahan tahun 2019 oleh Wakil Gubernur Riau bersama dengan pimpinan DPRD Riau.
Plafon anggaran belanja yang ditetapkan dalam rancangan Perda perubahan APBD Riau tahun 2019 harus direncanakan dengan baik karena akan digunakan dalam rangka merealisasikan pencapaian visi dan misi Pemerintah provinsi Riau yang ditetapkan dalam RPJMD 2014-2019 Terwujudnya provinsi Riau yang maju, masyarakat sejahtera, berbudaya melayu dan bedaya saing, menurunnya kemiskinan, tersedianya lapangan kerja serta pemantapan aparatur.
Dari hasil evaluasi Banggar DPRD Riau terhadap APBD perubahan tahun 2019 ini terdapat beberapa catatan mengenai belanja daerah.
Pertama menurut Banggar tentang pemberian belanja bantuan keuangan Kepala Desa dan Kecamatan perlu dikaji ulang. Dimana, dalam Ranperda perubahan APBD 2019 terdapat belanja bantuan keuangan Kabupaten/Kota/Desa sebesar Rp342 miliyar lebih.
Catatan Banggar selanjutnya realisasi belanja langsung daerah hingga bulan Juni 2019 masih rendah. Dalam APBD Riau 2019, tersedia anggaran belanja langsung sebesar Rp4,1 Triliun. Menurut laporan keuangan Pemprov Riau, pada semester pertama per 30 Juni 2019 realisasinya hanya Rp813 Miliyar lebih atau 19,71 persen dari anggaran.
Kemudian catatan Banggar selanjutnya yaitu perencanaan dan penganggaran dana alokasi khusus (DAK) fisik tahun 2019 tidak baik. sehingga terdapat dana yang tidak dapat dimanfaatkan sesuai tujuannya.
Selanjutnya Banggar DPRD Riau memberikan catatan terhadap penyelenggaraan besiswa untuk beasiswa tamatan SLTA pada perguruan tinggi dalam provinsi, perguruan tinggi nasional dan beasiswa bidikmisi S1 untuk mahasiswa ekonomi kurang mampu.
Banggar DPRD Riau turut memberikan catatan terhadap Dinas PUPR dan Dinas Perhubungan terkait DED yang perlu disesuaikan dengan kewenangan Pemprov Riau.
Pemerintah provinsi Riau memiliki tiga Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yaitu RSUD Arifin Ahmad, RSUD Petala Bumi dan RSJ Tampan. Menurut Banggar Manajemen pengelolaan BLUD ini perlu ditingkatkan.
Agar tujuan BLUD milik Pemprov Riau ini dapat tercapai dengan baik seharusnya dilengkapi dengan pembina teknis, pembina keuangan, satuan pengawas internal dan dewan pengawas. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan Permendagri Nomor 79 tahun 2018.
Tidak itu saja Banggar DPRD Riau juga memberikan catatan kepada RSJ Tampan terkait Penambahan anggaran yang cukup signifikan. Pada APBD Murni tahun 2019 ini ditetapkan anggaran kegiatan pelayanan kesehatan RSJ Tampan sebesar Rp.19,3 Miliyar.

Kemudian dalam racangan KUA PPAS perubahan tahun 2019 ini untuk kegiatan yang sama yaitu kegiatan pelayanan kesehatan menjadi Rp51 miliyar. Dimana, terdapat penambahan yang signifikan sebesar Rp31.7 miliyar.
Sementara itu, dalam rancangan KUA PPAS provinsi Riau tahun 2020 untuk kegiatan yang sama yakni kegiatan pelayanan kesehatan, RSJ Tampan hanya Rp29,9 miliyar.
Catatan untuk pemerintah provinsi Riau selanjutnya yaitu jumlah belanja modal terlalu kecil. Padahal menurut Banggar semakin tinggi belanja modal yang dikeluarkan, maka pembentukan aset tetap akan semakin tinggi.
Sebagai contoh belanja modal pembangunan infrastruktur akan mengurangi kesenjangan antar wilayah. Sehingga akan meningkatkan produktifitas daerah dan output yang dihasilkan juga semakin besar dan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Belanja modal memiliki nilai manfaat yang panjang sehingga dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat pada tahun-tahun berikutnya. (Advertorial)